Pengertian Datawarehouse
Datawarehouse adalah kumpulan macam-macam data yang subject oriented, integrated, time variant, dan nonvolatile. dalam mendukung proses pembuatan keputussan. Inmon
and Hackathorn (1994).
Datawarehouse sering diintegrasikan dengan berbagai sistem aplikasi untuk mendukung proses laporan dan analisis data dengan menyediakan data histori, yang menyediakan infrastruktur bagi EIS dan DSS.
Kenapa subject oriented?
Datawarehouse diorganisasikan pada subjek-subjek utama, seperti pelanggan, barang/ produk, dan penjualan.
Berfokus pada model dan analisis pada data untuk membuat keputusan, jadi bukan pada setiap proses transaksi atau bukan pada OLTP.
Menghindari data yang tidak berguna dalam mengambil suatu keputusan.
Kenapa integrated ?
Dibangun dengan menggabungkan/menyatukan data yang berbeda. relational databse, flat file, dan on-line transaction record.
Menjamin konsistensi dalam penamaan, struktur pengkodean, dan struktur atribut diantara data satu sama lain.
Datawarehouse time variant?
Data disimpan untuk menyediakan informasi dari perspektif historical, data yang tahun-tahun lalu/ 4-5 thn.
Waktu adalah elemen kunci dari suatu datawarehouse/ pada saat pengcapture-an.
Kenapa Non Volatile?
Setiap kali proses perubahan, data akan di tampung dalam tiap-tiap waktu. Jadi tidak di perbaharui terus menerus.
Datawarehouse tidak memerlukan pemrosesan transaksi dan recovery.
Hanya ada dua operasi initial loading of data dan access of data.
Datawarehouse bukan hanya tempat penyimpanan data, Datawarehouse adalah Business Intelligence tools, tools to extract, merubah (transform) dan menerima data (load) ke penyimpanan (repository) serta mengelola dan menerima metadata.
Sejarah / Evolution
-1960, Dunia komputerisasi membuat aplikasi individu yang digunakan pada file utama. General mill mulai mengembangkan istilah dimensi dan fakta.
-1970, IRI menyediakan database dimensi untuk pembeli eceran, tahun untuk memperbaiki, mengembangkan dan mencocokan dengan hardware yang dimiliki.
-1983, DBMS diperkenalkan untuk mengambil keputusan.
-1988, Barry dan Paul mempublikasikan karyanya tentang Arsitektur Bisnis dan Sistem Informasi
-1990, memperkenalkan tool DBMS sebagai alat untuk datawarehouse.
-1990-sekarang, banyak bermunculan buku-buku datawarehouse dan aplikasi-aplikasi datawarehouse.
Tuesday, April 6, 2010
Tuesday, March 30, 2010
Indonesia Hadapi Kesenjangan Teknologi Digital
Bangsa Indonesia masih menghadapi kesenjangan teknologi digital atau digital divide antara masyarakat yang hidup di daerah terpencil dengan di perkotaan.
"Kita terus berupaya membangun jaringan sistem telekomunikasi dan telepon agar daerah terpencil tak lagi terisolir," kata Dr Moedjiono, M.Sc, staf ahli Bidang Hubungan Internasional dan Kesenjangan Digital, Departemen Komunikasi dan Informatika di Kuta, Bali.
Ia mengatakan, upaya tersebut terus dilakukan untuk membangun infrastruktur dengan sistem jaringan koneksi serat optik, yang dinilai lebih efektif.
"Koneksi ke internet bisa saja lewat satelit. Tetapi kalau menggunakan jaringan serat optik biayanya akan lebih murah," katanya di sela seminar bertema "Empowering Language Throught ICT".
Moedjiono mengakui kondisi geografis wilayah Indonesia memerlukan biaya besar untuk membangun jaringan komunikasi, namun harus tetap diwujudkan walau bertahap.
"Termasuk juga membangun perangkat lunak komputer berbahasa Indonesia. Jika hal itu dapat diwujudkan, akan memudahkan pengoperasian komputer, terutama bagi warga yang belum menguasai bahasa Inggris," ucapnya.
Dalam rangka merealisasikan keinginan tersebut, perlu dibangun pemahaman dan perspektif yang sama dari para ahli, peneliti, akademisi, praktisi serta pengembang di bidang linguistik.
Selanjutnya mereka bersama-sama menyiapkan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan dan pengembangan sumber daya dari perangkat bahasa Indonesia dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Langkah yang harus ditempuh, kata Moedjiono, meliputi pembangunan fasilitas multibahasa di internet guna meningkatkan pengetahuan tentang komputer dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian pembangunan dan pengembangan perangkat bahasa Indonesia seperti pengecekan ejaan, tata bahasa, bentuk kata serta aturan-aturan tata bahasa Indonesia.
Membangun mesin pencari bahasa Indonesia, mengembangkan perangkat perubah dari teks ke suara pembicaraan atau sebaliknya.
Selain itu mengembangkan sumber pengetahuan digital di berbagai bidang secara bertahap sesuai prioritas kebutuhan, di antaranya bidang pendidikan, kesehatan, kepariwisataan dan hukum
"Kita terus berupaya membangun jaringan sistem telekomunikasi dan telepon agar daerah terpencil tak lagi terisolir," kata Dr Moedjiono, M.Sc, staf ahli Bidang Hubungan Internasional dan Kesenjangan Digital, Departemen Komunikasi dan Informatika di Kuta, Bali.
Ia mengatakan, upaya tersebut terus dilakukan untuk membangun infrastruktur dengan sistem jaringan koneksi serat optik, yang dinilai lebih efektif.
"Koneksi ke internet bisa saja lewat satelit. Tetapi kalau menggunakan jaringan serat optik biayanya akan lebih murah," katanya di sela seminar bertema "Empowering Language Throught ICT".
Moedjiono mengakui kondisi geografis wilayah Indonesia memerlukan biaya besar untuk membangun jaringan komunikasi, namun harus tetap diwujudkan walau bertahap.
"Termasuk juga membangun perangkat lunak komputer berbahasa Indonesia. Jika hal itu dapat diwujudkan, akan memudahkan pengoperasian komputer, terutama bagi warga yang belum menguasai bahasa Inggris," ucapnya.
Dalam rangka merealisasikan keinginan tersebut, perlu dibangun pemahaman dan perspektif yang sama dari para ahli, peneliti, akademisi, praktisi serta pengembang di bidang linguistik.
Selanjutnya mereka bersama-sama menyiapkan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan dan pengembangan sumber daya dari perangkat bahasa Indonesia dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Langkah yang harus ditempuh, kata Moedjiono, meliputi pembangunan fasilitas multibahasa di internet guna meningkatkan pengetahuan tentang komputer dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian pembangunan dan pengembangan perangkat bahasa Indonesia seperti pengecekan ejaan, tata bahasa, bentuk kata serta aturan-aturan tata bahasa Indonesia.
Membangun mesin pencari bahasa Indonesia, mengembangkan perangkat perubah dari teks ke suara pembicaraan atau sebaliknya.
Selain itu mengembangkan sumber pengetahuan digital di berbagai bidang secara bertahap sesuai prioritas kebutuhan, di antaranya bidang pendidikan, kesehatan, kepariwisataan dan hukum
Wimax Bisa Atasi Kesenjangan Digital
Wimax Bisa Atasi Kesenjangan Digital
Wimax atau teknologi komunikasi data berpita lebar bisa menjadi salah satu solusi mengatasi persoalan kesenjangan digital di Indonesia. Teknologi baru ini memiliki banyak keunggulan seperti interoperasional, berbasis kanal terbuka, dan murah sehingga cocok dikembangkan di pedesaan.
Peneliti Senior PT Hariff Daya Tunggal Engineering (DTE) Atmadji Wisesomengatakan, peranti Wimax sengaja ditujukan ke wilayah berkepadatan penduduk rendah. ”Di tahap awal, kami mengembangkan jenis yang fixed (tetap) karena harganya paling murah dan bisa efektif digunakan di wilayah pedesaan,” tuturnya.
Pada bulan ini, PT Hariff DTE meluncurkan Himax 231, yaitu peranti Wimax berbasis Broadband Wireless Access (BWA) pertama hasil karya anak bangsa. Teknologi BWA-nya telah berstandar internasional IEEE 802.16-2004 dengan daya angkut informasi data mencapai 40 megabit per detik. Peranti ini berbasis teknologi terbuka (non-proprietory) dan bekerja di atas pita bebas lisensi 2,3 gigahertz.
Untuk keperluan komunikasi pedesaan, PT Hariff DTE telah menyiapkan varian khusus, yaitu Himax-231RA. Meski tidak disebutkan nominalnya, produk ini harganya relatif rendah dan sistem jaringannya dapat diimplementasikan secara ekonomis dan juga bertahap menyesuaikan kebutuhan. Teknologi ini sesuai pula implementasi jaringan USO (Universal Service Obligation).
Direktur Jenderal Aplikasi dan Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika Cahyana Ahmadjayadi mengatakan, produk Himax-Wimax ini dapat berperan mengatasi kesenjangan digital di Indonesia, termasuk menyukseskan program UNESCO tentang pentingnya aksebilitas teknologi informasi.
Menurut dia, pemerintah mendukung penuh industri-industri Tanah Air yang melakukan riset di bidang ini.
Wimax atau teknologi komunikasi data berpita lebar bisa menjadi salah satu solusi mengatasi persoalan kesenjangan digital di Indonesia. Teknologi baru ini memiliki banyak keunggulan seperti interoperasional, berbasis kanal terbuka, dan murah sehingga cocok dikembangkan di pedesaan.
Peneliti Senior PT Hariff Daya Tunggal Engineering (DTE) Atmadji Wisesomengatakan, peranti Wimax sengaja ditujukan ke wilayah berkepadatan penduduk rendah. ”Di tahap awal, kami mengembangkan jenis yang fixed (tetap) karena harganya paling murah dan bisa efektif digunakan di wilayah pedesaan,” tuturnya.
Pada bulan ini, PT Hariff DTE meluncurkan Himax 231, yaitu peranti Wimax berbasis Broadband Wireless Access (BWA) pertama hasil karya anak bangsa. Teknologi BWA-nya telah berstandar internasional IEEE 802.16-2004 dengan daya angkut informasi data mencapai 40 megabit per detik. Peranti ini berbasis teknologi terbuka (non-proprietory) dan bekerja di atas pita bebas lisensi 2,3 gigahertz.
Untuk keperluan komunikasi pedesaan, PT Hariff DTE telah menyiapkan varian khusus, yaitu Himax-231RA. Meski tidak disebutkan nominalnya, produk ini harganya relatif rendah dan sistem jaringannya dapat diimplementasikan secara ekonomis dan juga bertahap menyesuaikan kebutuhan. Teknologi ini sesuai pula implementasi jaringan USO (Universal Service Obligation).
Direktur Jenderal Aplikasi dan Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika Cahyana Ahmadjayadi mengatakan, produk Himax-Wimax ini dapat berperan mengatasi kesenjangan digital di Indonesia, termasuk menyukseskan program UNESCO tentang pentingnya aksebilitas teknologi informasi.
Menurut dia, pemerintah mendukung penuh industri-industri Tanah Air yang melakukan riset di bidang ini.
KESENJANGAN DIGITAL
Kesenjangan digital adalah kesenjangan antara orang-orang dengan akses yang efektif ke digital dan teknologi informasi dan mereka yang sangat terbatas atau tidak memiliki akses sama sekali. Ini mencakup ketidakseimbangan dalam akses fisik ke teknologi serta ketidakseimbangan dalam sumber daya dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi secara efektif sebagai warga digital. Dengan kata lain, itu adalah akses yang tidak seimbang oleh sebagian anggota masyarakat terhadap informasi dan teknologi komunikasi, dan tidak setara terkait akuisisi keterampilan. Istilah ini terkait erat dengan membagi pengetahuan sebagai teknologi menyebabkan kurangnya kurangnya informasi dan pengetahuan. Kesenjangan digital dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, pendapatan, dan kelompok-kelompok ras, dan lokasi. [1] Istilah global digital divide mengacu pada perbedaan dalam akses teknologi antara negara-negara atau seluruh dunia.
Asal-usul istilah
Istilah awalnya disebut kesenjangan dalam kepemilikan komputer diantara kelompok-kelompok tertentu, dan selama itu peningkatan kepemilikan terbatas pada kelompok etnis tertentu.Istilah dimunculkan ke umum secara teratur pada pertengahan 1990-an, meskipun istilah sebelumnya muncul dalam beberapa artikel berita dan pidato-pidato politik pada awal 1995.Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan wakil president Al Gore menggunakan istilah dalam pidato tahun 1996 di Knoxville, Tennessee. Larry Irving, seorang mantan Amerika Serikat Kepala Badan Administrasi Infrastruktur Telekomunikasi (NTIA) di Departemen Perdagangan, Asisten Menteri Perdagangan dan teknologi penasihat pemerintahan Clinton, mencatat bahwa serangkaian survei NTIA; menyebutkan definisi kesenjangan digital adalah " katalis untuk popularitas, di mana-mana, dan definisi "dari istilah, dan ia menggunakan istilah dalam serangkaian laporan. Sejak awal pemerintahan George W. Bush, laporan-laporan yang NTIA menjadi cenderung kurang fokus pada kesenjangan dan lebih fokus pada pertumbuhan akses broadband, terutama di kalangan kelompok-kelompok yang sebelumnya diyakini berada di sisi yang keliru dari kesenjangan digital.
Penggunaan saat ini
Ada berbagai definisi dari istilah "digital divide". Bharat Mehra mendefinisikan itu hanya sebagai "kesenjangan antara orang-orang yang menggunakan komputer, dan internet dan orang-orang yang tidak".
Istilah ini awalnya disebut kesenjangan dalam kepemilikan, atau akses reguler,pada komputer. Seperti akses Internet yang datang untuk dilihat sebagai aspek pusat komputasi, penggunaan istilah ini bergeser dari hanya mencakup kesenjangan bukan hanya komputer, tetapi juga akses ke Internet. Baru-baru ini, beberapa orang telah menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada kesenjangan dalam akses jaringan broadband.Istilah ini dapat berarti bukan hanya tidak setaranya akses ke perangkat keras komputer, tapi juga kesenjangan antar kelompok-kelompok orang dalam kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi sepenuhnya.
Karena berbagai kriteria yang dapat digunakan untuk menilai ketidakseimbangan, dan kurangnya data rinci terhadap beberapa aspek penggunaan teknologi, sifat dari kesenjangan digital adalah baik secara kontekstual dan dapat diperdebatkan. Kriteria yang sering digunakan untuk membedakan antara 'yang kaya' dan 'yang miskin' dalam kesenjangan digital cenderung berfokus pada akses ke hardware, akses ke Internet, dan rincian yang berkaitan dengan kedua kategori tersebut. Beberapa ahli khawatir bahwa pembicaraan ini mungkin mematahkan semangat penciptaan konten internet yang membahas kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Pembahasan kesenjangan digital sering dikaitkan dengan konsep lain. Servon Lisa pada tahun 2002 berpendapat bahwa kesenjangan digital "adalah gejala yang lebih luas dan lebih kompleks tentang masalah - masalah kemiskinan dan kesenjangan yang terus-menerus".Sebagaimana dijelaskan oleh Mehra (2004), keempat komponen utama yang memberikan sumbangan kepada kesenjangan digital adalah "status sosial ekonomi, penghasilan, tingkat pendidikan, dan ras di antara faktor-faktor lainnya yang terkait dengan pencapaian teknologi".
Pengakuan atas kesenjangan digital sebagai masalah besar telah menyebabkan para ahli, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk memahami "potensi internet untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari bagi mereka yang berada di pinggirandan untuk mencapai keadilan sosial yang lebih besar, serta pemberdayaan".
Evolusi Kesenjangan Digital
Tipe pengukuran ketidaksetaraan distribusi yang digunakan untuk menggambarkan Digital Divide adalah Kurva Lorenz dan koefisien Gini, Namun, pertanyaan apakah kesenjangan digital sedang berkembang atau tidak sulit untuk dijawab.
Dalam karya "Menjembatani kesenjangan digital: Sebuah kesempatan untuk pertumbuhan dalam abad ke-21", contoh-contoh dari cara-cara pengukuran ini diilustrasikan. Dalam kurva Lorenz, kesetaraan sempurna penggunaan internet di negara diwakili oleh garis diagonal 45 derajat , yang memiliki nilai koefisien Gini nol. Ketidaksetaraan yang sempurna memberikan nilai koefisien Gini satu. Oleh karena itu jika Anda melihat angka-angka 2,4 dan 2,5 dalam dokumen, kedua grafik menunjukkan kecenderungan pertumbuhan kesetaraan 1997-2005 dengan koefisien Gini menurun. Namun, grafik ini tidak menampilkan hal yang penting yaitu, analisis rinci kelompok pendapatan tertentu. yang ditampilkan adalah sebagian besar dari kelompok berpenghasilan menengah bila dibandingkan dengan kelompok pendapatan tertinggi. Kelompok pendapatan terendah terus menurunkan tingkat kesetaraan bila dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan tinggi. Oleh karena itu, masih ada jalan panjang sebelum kesenjangan digital dapat dihilangkan.
Asal-usul istilah
Istilah awalnya disebut kesenjangan dalam kepemilikan komputer diantara kelompok-kelompok tertentu, dan selama itu peningkatan kepemilikan terbatas pada kelompok etnis tertentu.Istilah dimunculkan ke umum secara teratur pada pertengahan 1990-an, meskipun istilah sebelumnya muncul dalam beberapa artikel berita dan pidato-pidato politik pada awal 1995.Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan wakil president Al Gore menggunakan istilah dalam pidato tahun 1996 di Knoxville, Tennessee. Larry Irving, seorang mantan Amerika Serikat Kepala Badan Administrasi Infrastruktur Telekomunikasi (NTIA) di Departemen Perdagangan, Asisten Menteri Perdagangan dan teknologi penasihat pemerintahan Clinton, mencatat bahwa serangkaian survei NTIA; menyebutkan definisi kesenjangan digital adalah " katalis untuk popularitas, di mana-mana, dan definisi "dari istilah, dan ia menggunakan istilah dalam serangkaian laporan. Sejak awal pemerintahan George W. Bush, laporan-laporan yang NTIA menjadi cenderung kurang fokus pada kesenjangan dan lebih fokus pada pertumbuhan akses broadband, terutama di kalangan kelompok-kelompok yang sebelumnya diyakini berada di sisi yang keliru dari kesenjangan digital.
Penggunaan saat ini
Ada berbagai definisi dari istilah "digital divide". Bharat Mehra mendefinisikan itu hanya sebagai "kesenjangan antara orang-orang yang menggunakan komputer, dan internet dan orang-orang yang tidak".
Istilah ini awalnya disebut kesenjangan dalam kepemilikan, atau akses reguler,pada komputer. Seperti akses Internet yang datang untuk dilihat sebagai aspek pusat komputasi, penggunaan istilah ini bergeser dari hanya mencakup kesenjangan bukan hanya komputer, tetapi juga akses ke Internet. Baru-baru ini, beberapa orang telah menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada kesenjangan dalam akses jaringan broadband.Istilah ini dapat berarti bukan hanya tidak setaranya akses ke perangkat keras komputer, tapi juga kesenjangan antar kelompok-kelompok orang dalam kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi sepenuhnya.
Karena berbagai kriteria yang dapat digunakan untuk menilai ketidakseimbangan, dan kurangnya data rinci terhadap beberapa aspek penggunaan teknologi, sifat dari kesenjangan digital adalah baik secara kontekstual dan dapat diperdebatkan. Kriteria yang sering digunakan untuk membedakan antara 'yang kaya' dan 'yang miskin' dalam kesenjangan digital cenderung berfokus pada akses ke hardware, akses ke Internet, dan rincian yang berkaitan dengan kedua kategori tersebut. Beberapa ahli khawatir bahwa pembicaraan ini mungkin mematahkan semangat penciptaan konten internet yang membahas kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Pembahasan kesenjangan digital sering dikaitkan dengan konsep lain. Servon Lisa pada tahun 2002 berpendapat bahwa kesenjangan digital "adalah gejala yang lebih luas dan lebih kompleks tentang masalah - masalah kemiskinan dan kesenjangan yang terus-menerus".Sebagaimana dijelaskan oleh Mehra (2004), keempat komponen utama yang memberikan sumbangan kepada kesenjangan digital adalah "status sosial ekonomi, penghasilan, tingkat pendidikan, dan ras di antara faktor-faktor lainnya yang terkait dengan pencapaian teknologi".
Pengakuan atas kesenjangan digital sebagai masalah besar telah menyebabkan para ahli, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk memahami "potensi internet untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari bagi mereka yang berada di pinggirandan untuk mencapai keadilan sosial yang lebih besar, serta pemberdayaan".
Evolusi Kesenjangan Digital
Tipe pengukuran ketidaksetaraan distribusi yang digunakan untuk menggambarkan Digital Divide adalah Kurva Lorenz dan koefisien Gini, Namun, pertanyaan apakah kesenjangan digital sedang berkembang atau tidak sulit untuk dijawab.
Dalam karya "Menjembatani kesenjangan digital: Sebuah kesempatan untuk pertumbuhan dalam abad ke-21", contoh-contoh dari cara-cara pengukuran ini diilustrasikan. Dalam kurva Lorenz, kesetaraan sempurna penggunaan internet di negara diwakili oleh garis diagonal 45 derajat , yang memiliki nilai koefisien Gini nol. Ketidaksetaraan yang sempurna memberikan nilai koefisien Gini satu. Oleh karena itu jika Anda melihat angka-angka 2,4 dan 2,5 dalam dokumen, kedua grafik menunjukkan kecenderungan pertumbuhan kesetaraan 1997-2005 dengan koefisien Gini menurun. Namun, grafik ini tidak menampilkan hal yang penting yaitu, analisis rinci kelompok pendapatan tertentu. yang ditampilkan adalah sebagian besar dari kelompok berpenghasilan menengah bila dibandingkan dengan kelompok pendapatan tertinggi. Kelompok pendapatan terendah terus menurunkan tingkat kesetaraan bila dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan tinggi. Oleh karena itu, masih ada jalan panjang sebelum kesenjangan digital dapat dihilangkan.
Tuesday, March 23, 2010
Kenapa Telapak Kaki dan Ketiak Tidak Tahan Geli
ketiak dan telapak kaki hampir sebagian besar orang menjadi bagian tubuh yang paling tidak tahan geli. Kenapa dua bagian ini paling sensitif dan tidak tahan jika digelitik atau disentuh?
beberapa orang mungkin memiliki bagian sensitif yang berbeda, karena pada titik tersebut menghasilkan refleks geli dengan derajat yang bervariasi atau bahkan tidak sama sekali. Seseorang mungkin memiliki daerah sensitif dimana orang lain tidak merasakan apapun.
Telapak kaki dan ketiak merupakan dua daerah dalam tubuh yang paling sensitif bagi kebanyakan orang. Hal ini karena pada telapak kaki memiliki konsentrasi meissner's corpuscles yang lebih tinggi. Ujung dari saraf ini akan membuat telapak kaki memiliki kadar geli yang lebih tinggi daripada bagian tubuh lainnya.
biasanya tempat yang paling geli adalah tempat yang sangat rentan terhadap serangan, setidaknya di sekitar bagian atas tubuh. Pada bagian ketiak mengandung pembuluh darah dan arteri, serta memungkinkan akses leluasa ke jantung karena tulang rusuk sangkar tidak lagi memberikan perlindungan kepada rongga dada di sekitar ketiak.
Hal yang sama juga berlaku pada bagian tubuh yang geli lainnya seperti leher. Karena tidak ada perlindungan dari tulang, maka secara otomatis seseorang akan bereaksi ketika daerah tersebut disentuh oleh orang lain. Sebagai tambahan, saraf reseptor yang dekat dengan permukaan kulit akan membuat sensitifitasnya makin tinggi.
Selain itu, leher juga mengandung bagian-bagian penting. Seperti karotid yang akan memasok darah ke otak serta batang leher yang membawa udara ke paru-paru juga terletak dibagian depan leher.
Peneliti juga menunjukkan bahwa cerebellum (otak kecil), yang merespons sentuhan akan menunjukkan aktivitas yang lebih saat diberi sentuhan yang mendadak dibandingkan dengan sesuatu yang telah diantisipasi. Jika otak sudah bisa mengenali sentuhan yang akan datang, hal ini akan membuat saraf respons tidak terlalu intens. Makanya seseorang tidak akan pernah berhasil menggelitik diri sendiri.
Seseorang yang tertawa saat digelitik dipengaruhi oleh faktor sosial, karena orang akan tertawa jika yang melakukan sentuhan tersebut adalah seseorang yang dekat atau sudah merasa nyaman satu sama lain seperti orang tua, sahabat, atau teman. Namun, jika yang melakukannya adalah orang lain, responsnya bukan tertawa tapi bisa saja menjadi marah.
beberapa orang mungkin memiliki bagian sensitif yang berbeda, karena pada titik tersebut menghasilkan refleks geli dengan derajat yang bervariasi atau bahkan tidak sama sekali. Seseorang mungkin memiliki daerah sensitif dimana orang lain tidak merasakan apapun.
Telapak kaki dan ketiak merupakan dua daerah dalam tubuh yang paling sensitif bagi kebanyakan orang. Hal ini karena pada telapak kaki memiliki konsentrasi meissner's corpuscles yang lebih tinggi. Ujung dari saraf ini akan membuat telapak kaki memiliki kadar geli yang lebih tinggi daripada bagian tubuh lainnya.
biasanya tempat yang paling geli adalah tempat yang sangat rentan terhadap serangan, setidaknya di sekitar bagian atas tubuh. Pada bagian ketiak mengandung pembuluh darah dan arteri, serta memungkinkan akses leluasa ke jantung karena tulang rusuk sangkar tidak lagi memberikan perlindungan kepada rongga dada di sekitar ketiak.
Hal yang sama juga berlaku pada bagian tubuh yang geli lainnya seperti leher. Karena tidak ada perlindungan dari tulang, maka secara otomatis seseorang akan bereaksi ketika daerah tersebut disentuh oleh orang lain. Sebagai tambahan, saraf reseptor yang dekat dengan permukaan kulit akan membuat sensitifitasnya makin tinggi.
Selain itu, leher juga mengandung bagian-bagian penting. Seperti karotid yang akan memasok darah ke otak serta batang leher yang membawa udara ke paru-paru juga terletak dibagian depan leher.
Peneliti juga menunjukkan bahwa cerebellum (otak kecil), yang merespons sentuhan akan menunjukkan aktivitas yang lebih saat diberi sentuhan yang mendadak dibandingkan dengan sesuatu yang telah diantisipasi. Jika otak sudah bisa mengenali sentuhan yang akan datang, hal ini akan membuat saraf respons tidak terlalu intens. Makanya seseorang tidak akan pernah berhasil menggelitik diri sendiri.
Seseorang yang tertawa saat digelitik dipengaruhi oleh faktor sosial, karena orang akan tertawa jika yang melakukan sentuhan tersebut adalah seseorang yang dekat atau sudah merasa nyaman satu sama lain seperti orang tua, sahabat, atau teman. Namun, jika yang melakukannya adalah orang lain, responsnya bukan tertawa tapi bisa saja menjadi marah.
Subscribe to:
Posts (Atom)